Kamis, 22 Agustus 2013

makalah lagi nih konsep manusia dalam islam,,



Konsep Manusia
Siapakah manusia? Manusia pertama tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta. Asal-usul manusia menurut ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari teori tentang species baru yang berasal dari spesies lain yang sebelumnya melalui proses evolusi.
Mencari makna manusia melalui ilmu pengetahuan. Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat tergantung pada metologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang mendasari.
            Konsep manusia dalam al-qur’an dipahami dengan memperhatikan kata-kata yang saling menunjuk pada makna manusia yaitu kata basyar, insan, dan al-nas.
 Manusia sebagai  basyar  tunduk pada takdir Allah, sama dengan makhluk lain. Manusia sebagai insan dan al-nas bertalian dengan hembusan roh Allah memiliki kebabasan dalam tunduk atau menentang takdir Allah.
Namun, pada umumnya manusia nampak lebih sering melanggar perintah Allah dan senang sekali melakukan dosa. Jika demikian maka manusia semacam ini jauh dibawah standar malaikat yang selalu beribadah dan menjalankan perintah Allah SWT, padahal dijelaskan dalam Al-Qur’an, Malaikatpun sujud pada manusia. Kemudian, bagaimanakah mempertanggungjawabkan  firman Allah yang menyebutkan bahwa manusia adalah sebaik-baiknya makhluk Allah?
           
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia memang memiliki kecenderungan untuk melanggar perintah Allah, padahal Allah telah menjanjikan kedudukan yang tinggi. Allah berfirman dalam Al-Quran surah Al-A’raaf ayat 176 yang berbunyi
http://www.alquran-indonesia.com/images/alquran/s007/a176.png
Artinya :
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. 

Dari ayat ini dapat dilihat bahwa sejak awal Allah menghendaki manusia untuk menjadi hamba-Nya yang paling baik, tetapi karena sifat dasar alamiahnya, manusia menggabaikan itu.

Jika manusia ingin mewujudkan potensi-potensi baik dalam dirinya, ia harus benar-benar menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dan tentu manusia mampu  untuk menjalani itu. Sesuai dengan firman-Nya dalam Al-Quran surah al-Baqarah ayat 286 yang berbunyi
http://www.alquran-indonesia.com/images/alquran/s002/a286.png


Artinya :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo'a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." 
Jelas sekali bahwa Allah tidak akan membebani hamba-Nya dengan kadar yang tak dapat dilaksanakan oleh mereka. Kemudian, bila perintah-perintah Allah itu tak dapat dikerjakan, hal itu karena kelalaian manusia sendiri.

Penutup Manusia adalah manusia dengan segala potensinya. Ia dapat memilih mendayagunakan potensialitasnya atau mengabaikannya.













2.2 Eksistensi dan Martabat Manusia
Ibnu Sina yang terkenal dengan filsafat jiwanya menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial dan sekaligus makhluk ekonomi. Menurut pandangan Murtadha Mutahhari manusia adalah makhluk serba dimensi. Dimensi pertama, secara fisik manusia hampir sama dengan hewan butuh makan, minum, istirahat dan menikah. Dimensi kedua, manusia memiliki sejumlah emosi yang bersifat etis. Dimensi yang ketiga, manusia mempunyai perhatian terhadap keindahan. Dimensi keempat, manusia memiliki ndorongan untuk menyembah Tuhan. Dimensi kelima, manusia memiliki kemampuan dan kekuatan yang berlipat ganda. Dimensi keenam, manusia mampu mengenal dirinya.
Pada dimensi kedua dikatakan manusia hampir sama dengan binatang, namun ada yang membedakan antara manusia dengan binatang dan makhluk lain yaitu  kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat, dilaut maupun diudara. Hal ini dijelaskan dalam surah Al-Isra’ ayat 70 yang berbunyi
http://www.alquran-indonesia.com/images/alquran/s017/a070.png      

Artinya :
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Disamping itu manusia diberi akal dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa Al-Quran. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya, dengan budaya manusia hidup bermartabat. Manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka bertindak sebagai khalifah yang hidup dengan ajaran Allah.

2.3 Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah
Dalam kehidupan di dunia sebagai pertanggung jawaban dirinya sebagai hamba Allah dengan ketaatan ketundukan dan kepatuhan yang dicerminkan dalam kebenaran dan keadilan. Manusia menempati posisi sebagai nciptaan dan Tuhan sebagai pencipta. Posisi ini memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia menghambakan diri kepada Allah dan dilarang menghambakan pada dirinya, serta menghamba pada hawa nafsunya.
Manusia sebagai hamba Allah memiliki tanggung jawab. Yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, dan kepada sesama.
Tanggung jawab kepada keluarga adalah lanjutan dari tanggung jawab terhadap diri sendiri, karena memelihara diri sendiri berkaitan dengan perintah memelihara iman keluarga, hal ini disebutkan dalam Al-Quran surah At-Tahriim ayat 6 yang berbunyi
k
http://www.alquran-indonesia.com/images/alquran/s066/a006.png

Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Oleh karena itu tanggung jawab hamba Allah adalah menegakkan keadilan, baik terhadap diri sendiri maupun keluarga.
Tanggung jawab kepada sesama merupakan realisasi dari manusia sebagai hamba-hamba Allah yang merupakan bagian dari ummah yang senantiasa berbuat kebajikan juga diperintahkan untuk mengajak yang lain berbuat ma’ruf dan mencegah kemunkaran yang dijelaskan dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 104 yang berbunyi

http://www.alquran-indonesia.com/images/alquran/s003/a104.png

Artinya :
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.
Eksistensi manusia di dunia adalah sebagai tanda kekuasaan Allah SWT terhadap hamba-hambaNya, bahwa Dialah yang menciptakan, menghidupkan dan menjaga kehidupan manusia. Dengan dimikian, tujuan diciptakannya manusi dalam konteks hubungan manusia dengan Allah SWT adalah dengan mengimani Allah SWT dan memikirkan ciptaanNya untuk menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Sedangkan dalam konteks hubungan manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam adalah untuk berbuat amal, yaitu perbuatan baik dan tidak melakukan kejahatan terhadap sesame manusia, serta tidak merusak alam.
Demikianlah tanggung jawab hamba Allah yang senantiasa tunduk dan patuh terhadap ajaran Allah menurut sunnah Rasul.







2.4 Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia dimuka bumi adalah tugas kekhalifahan,yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah  dimuka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, khalifah berarti pimpinan umat. Menjadi pemimpin adalah fitrah setiap manusia. Namun karena satu dan hal lain, fitrah ini tersembunyi, tercemar bahkan mungkin telah lama hilang. Kepemimpinan adalah suatu amanah yang diberikan Allah yang suatu ketika nanti harus kita pertanggungjawabkan
Manusia sebagai khalifah memegang mandat untuk mewujudkan kemakmuran dimuka bumi. Kekuasaannya bersifat kreatif. Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang berupa kebebasan memilih dan menentukan, sehingga kebebasan tersebut melahirkan kreatifitas yang dinamis. Kebebasan manusia sebagai khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah, sehingga kebebasan yang dimiliki tidak menjadikan manusia bertindak sewenang-wenang.
Kekuasaan manusia sebagai wakil Tuhan dibatasi oleh aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yaitu hukum-hukujm Tuhan baik yang tertulis dalam kitab suci Al-Qur’an maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta. Wakil yang menggingkari serta menghianati kepercayaan yang diwakili akan dipertanggungjawabkan sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surah Faathir ayat 39 yang berbunyi
http://www.alquran-indonesia.com/images/alquran/s035/a039.png


Artinya :
Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.
Dua peran yang dipegang manusia di muka bumi yaitu sebagai khalifah dan ‘abd, merupakan perpaduan tugas dan tanggungjawab yang melahirkan dinamik hidup sebaik-baiknya.
Dengan demikian, manusia sebagai khalifah dan hamba Allah merupakan kesatuan yang menyempurnakan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang memiliki kebebasan berkreasi dan sekaligus menghadapkannya pada tuntutan kodrat yang menempatkan posisinya kepada keterbatasan.